Aku dan Kata

Dienstag, September 27, 2011

Kabut mistis menyelimuti Masjid Sultan Omar Ali Saefuddin
Pada lantunan zikir usai shalat Subuh terayun jiwa yang hanyut
Pada sepinya pekan menikmati teh tarik dan roti canai terbungkus kabut
Pada pulangku kilau emas menara masjid Kampung Ayer pun terikut

(Bandar Seri Begawan, Salahuddin Husein, 20 Januari 2010)

Lelaki itu membakar kenanganku tentang
salju di wajahmu
Persinggahannya telah lukai jiwamu hingga
hancur sembilu
Aku teriakkan murka untuk cinta yang
hanya gagu :
mengapa angin teluk tak
kunjung menderu
tak lagi dihembuskannya
dingin dan salju
agar tak lagi mampu kita meraba
bekunya waktu

(Teluk nan Dingin, Salahuddin Husein, 19 Januari 2010)

Bandar Seri Begawan
: seseorang dari 7 tahun lampau

Seperti cinta lama yang tak pernah
merona
Ingin menjadi lupa namun tetap
bersua
Pada batas ada dan tiada setipis
rasa :
dan di ujung perjalanan,
tak kutemukan kata ‘terakhir’ pada
cinta

(lawatan terakhir, Salahuddin Husein, 18 Januari 2010)

[Royal Brunei kursi 54A di atas Bandar Seri Begawan]

Ketika orang mengatakan kami
konsisten terhadap ketidak-konsistenan
Membingungkan karena sesungguhnya kami
hanya memihak pada minoritas
Sebagai wujud semangat pembaharu
semenjak sejarah Nabi mulai dituliskan

(Gus Dur dalam Kenangan, Salahuddin Husein, 30 Desember 2009)

Bu Guru bilang aku takkan bisa
menggambar-Mu. Tunggu, aku coretkan Kau
di kertas ini. Jangan Kau bilang siapa pun,
lihatlah sendiri. Persis, kan?

(Suatu Hari di Taman Kanak-kanak, Sapardi Djoko Damono, 2011)

Dienstag, September 20, 2011

I live in a far, far away island of solitaire

being trapped in an hazy glass of time

to be found by none


(Far, Far Away Dreams; Salahuddin, 2009)